Author : UnknownTidak ada komentar
Latar Belakang
Ikan napoleon adalah jenis ikan karang atau hidup disekitar terumbu karang dan tersebar di seluruh perairan Indonesia, secara alami jumlah populasi ikan Napoleon relatif rendah, biasanya secara visual terlihat antara 2 – 4 ekor dengan variasiasi ukuran antara 40 – 120 cm. Ikan Napoleon mencapai dewasa atau matang gonad pada usia 4 – 5 tahun, dapat mencapai ukuran 1,5 meter dengan berat 180 kg dan berumur panjang dan dapat mencapai umur 50 tahun, hidup secara soliter di perairan tropis dengan kedalaman antara 2 – 60 meter. Wilayah sebarannya di dunia meliputi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Ikan napoleon dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa nama seperti Giant Wrasse, Humphead, Humphead Wrasse, Maori Wrasse, Napoleon Wrasse, Truck Wrasse, dan Undulate Wrasse. Sedangkan nama ilmiah hewan ini adalah Cheilinus undulatus. Dalam bahasa pasar lokal biasa disebut mameng.
Ikan napoleon tergolong ikan yang lambat untuk matang seksual (umur 5-7 tahun). Ikan ini akan berganti kelamin dari betina menjadi jantan saat dewasa (hemafrodit protogini). Usianya yang panjang membuat kemampuan recovery untuk menggantikan ikan yang mati sangat lambat. Kebanyakan ikan yang ditangkap adalah ukuran anakan atau setara ukuran kurang dari 50cm. Ukuran ini paling disukai konsumen karena sesuai dengan ukuran piring yang disajikan.
Karena populasinya di alam sudah menurun dan masuk dalam daftar apendiks 2 CITES, maka secara nasional, ikan napoleon berstatus dilindungi secara terbatas. Dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran. Pada ukuran dilindungi itulah, ikan napoleon tidak boleh ditangkap, diperdagangkan, dan dikonsumsi (tidak boleh dimanfaatkan), sedangkan ukuran ikan napoleon diluar ukuran yang dilindungi, diperbolehkan untuk dimanfaatkan, itu-pun sebesar kuota penangkapannya dan dari wilayah provinsi yang mendapat kuota penangkapan tersebut.
Cara Penangkapan Ikan napoleon di alam
Secara umum, ikan napoleon ditangkap dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Ikan ini ditangkap dengan cara mengejarnya, hingga dia bersembunyi masuk di antara celah koloni karang. Sesudah bersembunyi maka akan disemprotkan cairan cyanida. Ketika ikan menjadi mabuk maka ikan akan keluar dari persembunyiannya dan akan dapat ditangkap dengan mudah. Apabila sesudah mabuk ikan tidak keluar dari koloni karang maka karangnya yang akan dibongkar. Hal ini berakibat karang akan mati karena terkena cyanida atau karangnya menjadi rusak secara fisik karena dibongkar. Penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan penangkapan yang dilakukan secara tidak terkontrol, akan mengakibatkan populasi ikan napoleon di alam menjadi turun dratis dan disertai dengan kerusakan lingkungan sekitarnya. Selain itu, karena Ikan napoleon juga memiliki kebiasaan bergerombol dalam jumlah banyak saat bereproduksi, maka pada saat reproduksi inilah, nelayan menjadikan target istimewa penangkapannyaoleh nelayan. Menjadi fenomena yang umum terjadi di Indonesia semakin tinggi harga suatu komoditas semakin cepat komoditas itu menjadi langka.
Populasi di Alam
Sejak tahun 2005 LIPI bersama IUCN yang dibantu tenaga ahli dari Hongkong University telah melakukan monitoring populasi Ikan Napoleon di 6 lokasi yaitu di Kangean (Madura), Komodo, Bunaken, Raja Ampat, Banda dan Maratua (kep. Derawan). Pemilihan lokasi berdasarkan keterwakilan dari tingkat eksploitasi berat, sedang dan ringan. Hasil monitoring terakhir 2014, menunjukan bahwa populasi Ikan Napoleon di Komodo dan Maratua menunujukan terjadi penurunan, sedangkan di Banda dan Raja Ampat menunjukkan terjadinya kenaikan dan di Bunaken dan Kangean populasinya stabil.
Perdagangan Internasional Ikan Napoleon
Ikan napoleon bukan untuk pasar dalam negeri. Karena di dalam negeri tidak ada yang menyukai ikan ini. Ikan ini berasa wangur dan anyeb (berasa tawar dan tak pernah kering kalau dimasak). Ikan napoleon merupakan komoditas primadona yang diperdagangkan secara hidup, dengan dan tujuan utama pasar Hongkong dan beberapa negara di Asia Timur, seperti Cina, Jepang, dan Taiwan. Ikan ini diperjualbelikan, baik sebagai ikan hias maupun sebagai ikan konsumsi yang berharga mahal. Ikan Napoleon merupakan komoditas yang dijual secara hidup dengan ukuran termahal antara 1 – 1,2 kg/ekor. Harga ikan Napoleon ditingkat nelayan Anambas pada tahun 2013 telah mencapai US$ 185/ekor. Dan ditingkat restoran di Honkong dan di Cina tentunya akan berlipat. Ukuran ikan semakin besar harganya semakin turun dan ikan yang mati harganya sangat rendah. Mengapa orang Cina mau membayar begitu mahal ikan Napoleon oleh karena ikan dianggap makanan luxurious dan excotic. Konon apabila anda memesan Ikan napoleon maka akan menaikan prestise dan gengsi anda oleh karena ikan napoleon merupakan makanan raja-raja dijaman dahulu. Tidak seperti komoditas unik lainnya yang selalu dipromosikan berkasiat obat atau aprodosik, ikan napoleon tidak mengandung kedua zat tersebut. Meningkatnya perekonomian Cina meningkatkan jumlah orang kaya dan meningkatkan pula permintaan makanan yang eksotik dan dan dapat meningkatkan prestise. Dampak dari permintaan yang tinggi membuat populasi ikan ini di alam menurun drastis sehingga statusnya menjadi rentan (vulnerable) mengalami kepunahan.
Akibat statusnya yang rentan kepunahan, beberapa negara yang memiliki sumberdaya ikan napoleon sudah menghentikan total penangkapan dan ekspor ikan ini. Negara-negara yang sudah mengambil tindakan terkait pengelolaan ikan napoleon adalah: Australia sudah melarang total untuk diperdagangkan. Maladewa juga sudah melarang karena ikan napoleon memiliki manfaat yang lebih besar untuk pariwisata selam. Negara lain yang dulunya juga pensupplai pasar internasional, seperti Filipina, Papua Nugini dan Palau juga sudah menghentikan penangkapan dari alam. Bahkan China hanya memperbolehkan ikan napoleon ditangkap di perairannya untuk kebutuhan konservasi.
Pembesaran Ikan Napoleon di Dalam Keramba di Kab. Anambas dan Kab. Natuna- Provinsi Kepulauan Riau
Fenomena pembesaran anakan ikan napoleon juvenil dengan ukuran (1-2cm) hingga layak jual yang dilakukan oleh nelayan Kab. Anambas dan Kab.Natuna adalah suatu harapan bahwa pemanfaatan ikan napoleon dapat dilakukan dengan benar. Secara prinsip konservasi hal ini juga dapat dibenarkan yaitu dengan alasan meningkatkan kelulusan hidup dari juvenil ikan napoleon. Secara alami tingkat kelulusan hidup sangat-sangat rendah dibawah 1 % dan tingkat kematian terbesar ikan ini adalah pada saat juvenil. Dengan menangkap ikan ini pada saat masih juvenil dan merawat serta memeliharanya hingga besar berarti meningkatkan kelulusan hidup Ikan napoleon. Keunikan dan keahlian nelayan Anambas dan Natuna membesarkan Ikan napoleon tidak dijumpai ditempat lain di Indonesia bahkan di dunia. Keahlian yang telah dipraktekan beberapa tahun dan telah terbukti dapat menghasikan ikan napoleon layak jual tidak dipunyai oleh nelayan wilayah lain perlu mendapat apresiasi. Praktek pembesaran ikan napoleon di Anambas dan Natuna belum sempurna perlu perbaikan-perbaikan dan membuat peraturan-peraturan yang disepakati bersama dan tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian sumber benih dan lingkungannya. Peraturan tata cara pengelolaan dan legalitas berusaha bagi nelayan yang membesarkan anakan Ikan napoleon perlu diberikan agar mereka dapat menjalankan usahanya dengan kepastian hukum yang jelas. Jika diperlukan dilakukan sertifikasi nelayan yang melalkukan pembesaran Ikan napoleon. Pada akhirnya mereka dapat menjual produk yang bernilai tinggi secara legal sesuai ketentuan yang berlaku dan pada gilirannya akan dapat mensejahterakan kehidupnya.
Regulasi dan Status Konservasi
a. Nasional
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan Keputusan Menteri KP No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus). Penetapan ini sebagai tindak lanjut dari Rekomendasi Kepala Pusat Penelitian Biologi, LIPI No. 757/IPH.1/HK.04.04/III/2013 tentang Rekomendasi Perlindungan untuk ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Di dalam Kepmen KP tersebut diatur bahwa ikan napoleon dilarang dimanfaatkan pada ukuran 100 gram – 1000 gram dan ukuran di atas 3000 gram. Pengaturan ini mengakomodir kepentingan ekonomi dan kepentingan konservasi, dimana permintaan pasar ekspor paling banyak pada ukuran tersebut, sedangkan dari sisi konservasi pada ukuran 1000 gram ikan napoleon diprediksi sudah pernah memijah dan pada ukuran > 3000gr, ikan napoleon sedang masa berkembang biak. Sehingga, dengan status dilindungi secara terbatas menurut ukuran (dilindungi ukuran 100 gr s/d 1000 gr dan > 3000 gr) berarti memberikan kesempatan kepada napoleon untuk berkembang biak. Selain itu pengaturan ini juga bertujuan untuk meningkatkan rekruitmen juvenile napoleon dari kematian alami di habitatnya, melalui upaya pembesaran dan pembudidayaan di keramba yaitu dengan diperbolehkannya menangkap ikan napoleon yang berukuran < 100 gr.
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) sebagai Management Authorithy CITES telah mengatur penangkapan dan perdagangan ikan napoleon ini sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Di antaranya yaitu memberikan kuota untuk masing-masing daerah, ketentuan berat ikan yang boleh diekspor hanya ikan napoleon dengan berat antara 1 – 3 kg saja, dan hanya boleh ditangkap dengan pancing, bubu dan jaring insang oleh nelayan tradisional.
Dalam perdagangan ekspor komoditi sektor kelautan, anakan dan Ikan napoleon hidup merupakan komoditi yang diawasi ekspornya. Hal ini diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan RI No.07/M-DAG PER/4/2005 Tanggal 19 April 2005 dalam rangka mengendalikan ekspor beberapa komoditi sesuai dengan ketentuan internasional.
b. CITES
Ikan napoleon telah masuk dalam apendik II CITES (Convention International Trade on Endanger Species flora and fauna) Pada COP ke 13 CITES tahun 2004. Oleh karena itu semua perdagangan Ikan Napoleon secara internasional haruslah mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh CITES. Pada prinsipnya pengaturan yang dilakukan oleh CITES meliputi tiga hal yaitu komoditas sumberdaya yang diperdagangkan haruslah (1) sustainablity, (2) adanya tracebility dan (3) legality. Sustainability harus dibutikan bahwa pemafaatan ikan napoleon yang lestari dan tidak merusak lingkungannya, dimana hal tersebut harus dibuktikan dengan dokumen NDF (non detrimental finding). Tracebility adalah ikan Napoleon yang diperdagangkan harus dapat ditelusuri asal usulnya dan legality adalah dokumen pendukung yang menyatakan bahwa Ikan napoleon yang diperdagangkan adalah syah secara aturan pemerintah negara pengekspor. CITES mewajibkan perdagangan hanya dilakukan lewat jalur udara untuk memperketat pengawasan.
c. Kuota Perdagangan Ikan Napoleon Indonesia
Karena ikan napoleon termasuk dalam daftar apendiks 2 CITES, maka perdagangan internasional dari ikan napoleon ini ‘diperbolehkan dengan pengawasan yang ketat’. Salah satu cara ‘pengawasan yang ketat’ yang dimaksud adalah perdagangannya menggunakan mekanisme kuota. Tahun 2005-2009 pemerintah menetapkan kuota ikan napoleon sebanyak 8.000 ekor. Namun pada tahun 2012, LIPI selaku Otoritas Kelimuan telah merekomendasikan jumlah tangkap ikan napoleon sebesar 2.000 ekor. Penurunan jumlah kuota tangkap ini bertujuan untuk perbaikan manajemen dengan memaksa ekspor melalui udara karena banyak sumber yang menyebutkan bahwa perdagangan ilegal ikan napoleon dalam jumlah besar melalui jalur laut sampai dengan saat ini masih terus berlangsung. Jumlah ikan yang diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal jauh lebih besar dari jumlah yang seharusnya diperbolehkan oleh pemerintah Indonesia.
d. IUCN
Lembaga internasional IUCN memasukkan ikan napoleon dalam daftar merah dengan status terancam (endangered) pada tahun 1996. Status terancam ini didasarkan pada penurunan populasi hingga 50% dalam 3 generasi terakhir dan rentan untuk mengalami penurunan drastis dalam waktu dekat. Ini menunjukkan bahwa secara global populasi ikan napoleon mengalami ancaman yang serius, sehingga diperlukan langkah-langkah konservasi oleh negara-negara yang merupakan range state dari sebaran ikan napoleon dunia.
Ikan Napoleon yang Boleh Dimanfaatkan / Ditangkap dan Diperdagangkan
Pemanfaatan (penangkapan dan perdagangan ikan napoleon), harus mengacu kepada:
1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 tahun 2013 tentang PerilindunganTerbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulates).
2. Keputusan Ditjen PHKA-Kemen LH dan Kehutanan No. SK. 51/IV.SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode Tahun 2015
3. Apendiks 2 CITES
| | Tangkap | Ekspor | | |
No | Nama Jenis | Jatah | Lokasi Tangkap | Keterangan | |
KELAS FISH (ACTINOPTERYGII) | |||||
1 | Cheilinus undulatus | 2000 1000 600 200 200 | 2000 | Kepri Maluku Kaltim Sulsel | Total Untuk Napoleon Wrasse ekspor yang dijinkan diangkut melalui udara saja, khusus untuk Anambas, sedang dipertimbangkan untuk diberikan kuota khusus untuk juvenile. Besarnya kuota juvenile menunggu data dari KKP Anambas. |
Tabel: Kuota Tangkap dan Ekspor Ikan Napoleon 2015
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 37 tahun 2013, ukuran ikan napoleon yang boleh dimanfaatkan ( ditangkap dan diperdagangkan) adalah ukuran < 100gr dan ukuran 1000gr s/d 3000 gr (yang dilindungi ukuran 100 gr s/d 1000 gr dan > 3000 gr). Ikan napoleon yang boleh ditangkap dan diperdagangkan untuk kepentingan ekspor sesuai Keputusan Dirjen PHKA No.51/IV-SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode tahun 2015 yaitu sebesar 2000 ekor adalah kuota penangkapan dari perairan alam dan semuanya diperuntukan pasar ekspor. Kuota penangkapan dan ekspor itu adalah ikan napoleon yang berukuran 1000gr s/d 3000 gr. bukan dari ukuran ikan napoleon yang dilindungi).
Pronvinsi yang memiliki kuota penangkapan dan ekspor hanya ada 4 provinsi, yaitu: Provinsi Kepri = 1000 ekor, Maluku = 600 ekor, Kaltim = 200 ekor, dan Sulsel = 200 ekor. Jumlah keseluruhan secara nasional, kuota penangkapan dan kuota ekspor adalah 2000 ekor.
Pengendalian pemanfaatan ikan Napoleon melalui mekanisme penetapan kuota tidak berjalan efektif, hal ini disebabkan oleh sifat dari mitra dagang negara pengimpor dan cara berdagang serta cara pengiriman Ikan Napoleon.
Tata cara perdagangan ikan Napoleon yang selama ini terjadi di Indonesia adalah tidak sesuai dengan norma yang selama ini berjalan yang diawasai oleh CITES, hal ini disebabkan mitra dagang atau negara pengimpor tidak mau menjalankan aturan yang telah ditetapkan. Berbeda apabila mitra dagang atau negara pengimpornya adalah negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang, yang mau mengawasi perdagangan komoditas yang telah masuk dalam apendik CITES. Meraka akan mengawasi dengan ketat sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga kemungkinan terjadinya penyelundupan sangat kecil. Ikan napoleon dari Indonesia umumnya di ekspor dilakukan secara illegal melalui laut dan transaksi dilakukan di laut serta langsung dibawa kenegara pengimpor yang antara lain Singapore, Hongkong, Cina dan Taiwan. Peraturan yang mewajibkan pengekspor melakukan perdagangan melalui udara dengan kuota yang minimum tidak efektif.
Pada tahun 2012, telah ada wacana untuk menyetop perdagangan ikan Napoleon, namun muncul suatu fenomena yang sangat unik dan menarik dan tidak ada ditempat lain di Indonesia dan bahkan di dunia, yaitu keberhasilan masyarakat Anambas membesarkan juvenil atau anakan ikan Napoleon hingga ukuran layak jual. Saat ini, usaha pembesaran ikan napoleon di karamba oleh masyarakat di Kabupaten Anambas dan kabupaten Natuna, telah menjadi salah satu sumber pemasukan yang signifikan bagi masyarakat setempat. Pendampingan dan pembinaan dari pemerintah sangat diperlukan, terutama mendorong kepada secretariat CITES untuk tidak memasukkan ikan napoleon hasil pembesaran di karamba kedalam ketentuan CITES. Sampai saat ini, ikan napoleon dari hasil pembesaran di karamba (sea ranching) belum diakui sebagai hasil budidaya, masih diperlakukan sebagai ikan hasil tangkapan dari alam. Hal tersebut berkonsekuensi terhadap perdagangan internasionalnya yaitu tetap diberlakukan kuota perdagangan ekspornya.
a. Penyusunan dokumen rencana aksi pengelolaan
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-Kementerian Kelautan dan Perikanan berinisiasi menyusun dokumen Rencana Aksi Konservasi (RAK) Ikan Napoleon yang dilakukan dalam rangka merumuskan rencana program yang akan dilakukan selama 5 tahun ke depan dalam rangka melaksanakan mandat terkait dengan pengaturan pemanfaatan ikan napoleon, termasuk pengaturan dalam kerangka konvensi CITES. Pelaksanaan program konservasi ikan napoleon melibatkan berbagai instansi terkait, untuk dapat mensinergikan program pada masing-masing instansi.
Dokumen RAK ikan napoleon saat ini masih dalam proses pembahasan bersama dengan instansi terkait dan para pakar dan diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2015 ini. Dokumen RAK ini diharapkan dapat menjadi acuan bersama dalam rangka pelaksanaan program konservasi ikan napoleon.
b. Upaya perlindungan
Beberapa upaya yang sudah dilakukan dalam rangka perlindungan ikan napoleon diantaranya adalah :
(1) Menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013.
(2) Melakukan sosialisasi regulasi perlindungan terbatas ikan napoleon kepada lembaga/instansi terkait di pusat dan masyarakat di daerah.
(3) Menyiapkan pedoman pelaksanaan survei populasi napoleon
(4) Bimbingan teknis pelaksanaan survei populasi ikan napoleon bagi petugas lapangan yang ada di Balai/Loka PSPL.
(5) Survey populasi ikan napoleon di beberapa lokasi, di antaranya : perairan Kabupaten Anambas, perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, perairan Sulawesi, perairan Raja Ampat, perairan sekitar Kepulauan Aru dan Sulawesi Utara.
Dalam upaya perlindungan habitat, perlindungan terumbu karang dalam kawasan konservasi diharapkan dapat mendorong peningkatan populasi ikan napoleon di habitat alam. Salah satu kawasan konservasi yang memiliki program untuk melindungi habitat ikan napoleon adalah Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Anambas di Provinsi Kepulauan Riau.
c. Upaya pelestarian
Kajian penelitian tentang pemijahan ikan napoleon sudah menunjukkan kemajuan yang cukup berarti, walaupun masih dalam tahap penelitian, Balai Besar Penelitian Perikanan Laut yang berlokasi di Gondol-Bali sudah berhasil berhasil memijahkan ikan napoleon. Rendahnya survival rate anakan masih menjadi kendala yang belum dapat terpecahkan dalam usaha pembudidayaan ikan napoleon.
Walaupun jenis ini sudah dapat dipijahkan, ketersediaan bibit untuk kepentingan pengkayaan populasi maupun kepentingan budidaya masih belum tersedia. Memperhatikan hal tersebut, sampai dengan saat ini belum ada upaya yang cukup signifikan yang dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder lainnya dalam pengkayaan populasinya di habitat alam.
d. Upaya pemanfaatan
Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam rangka pemanfaatan berkelanjutan ikan napoleon di habitat alam, diantaranya adalah :
(1) Melakukan survei populasi ikan napoleon pada lokasi kuota sebagai dasar dalam penentuan kuota penangkapan,
(2) Melakukan pembinaan dan pendampingan dalam usaha pembesaran ikan napoleon dalam keramba jarring apung di Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna– Kepulauan Riau, dan
(3) Melakukan kajian di wilayah mana saja, populasi ikan napoleon yang dapat dijadikan lokasi wisata selam.
e. Kelembagaan
Koordinasi antar stakeholder terkait yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antar instansi terus dilakukan sejak diperbaharuinya regulasi perlindungan terbatas ikan napoleon. Beberapa upaya yang sudah dilakukan diantaranya adalah penyusunan dokumen Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Ikan Napoleon dan penyusunan buku ‘Pedoman Identifikasi dan Monitoring Ikan Napoleon. Dokumen-dokumen tersebut, penyusunannya melibatkan instansi terkait dan para pakar. Draft tersebut masih diperlukan pembahasan lanjutan untuk penyempurnaannya.
Suatu Harapan
Dengan dilengkapinya berbagai dokumen pengelolaan ikan napoleon termasuk regulasinya, diharapkan ke depan pengelolaan ikan napoleon ini dapat lebih baik, yaitu dengan semakin meningkatnya dampak positif dari perekonomian ikan napoleon terhadap masyarakat yang mengusahakannya dan populasi ikan napoleon di alam beserta kelestarian ekosistem lingkungannya dapat tetap terjaga dengan baik.
(Sebagian data dan informasi dalam tulisan ini adalah hasil komunikasi pribadi dengan Prof Suharsono dari LIPI)
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Napoleon |
Hasil Survei Populasi Ikan Napoleon di Beberapa Tempat |
Peta Sebaran Ikan Napoleon di Dunia (Sumber: LIPI 2012) |
Keramba Jaring Apung Tempat Pembesaran Ikan Napoleon |
Keramba Jaring Apung di Kab. Anambas |
Ikan Napoleon yang Dibesarkan di Keramba Jaring Apung |
Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) |
Posted On : Sabtu, 27 Juni 2015Time : 15.28