Author : UnknownTidak ada komentar
1. Latar Belakang
Kuda laut (Hippocampus spp.) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat di terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun.
Di dunia terdapat 33 spesies kuda laut, dan sampai dengan saat ini di perairan Indonesia sudah dapat diidentifikasi sebanyak 9 (sembilan) spesies kuda laut, yaitu: Hippocampus barbouri, H. comes, H. histrix, H. kelloggi, H. kuda, H. barbiganti, H. trimaculatus, H. spinosissimus, dan H. denise.
Kuda laut tidak hanya dimanfaatkan sebagai ikan hias, tetapi juga sebagai bahan obat-obatan (termasuk jamu) untuk mengobati berbagai penyakit seperti asma, tulang patah, kelainan ginjal dan impotensi. Ikan ini juga dianggap sebagai bahan perangsang libido seksual.
Tak kurang dari 77 negara ikut terlibat dalam perdagangan kuda laut termasuk Indonesia. Cina, Hongkong dan Taiwan merupakan negara pengimpor terbesar. Menurut data yang ada negara‑negara pengekspor terbesar adalah Thailand, Filipina, Indonesia, India, Vietnam dan Australia. Data ekspor ikan ini dari Indonesia sulit didapat, tetapi diperkirakan juga cukup besar. Tercatat sekitar 24 juta ekor kuda laut ditangkap di alam setiap tahunnya. Konsumsi kuda laut di wilayah Asia menempati posisi yang tertinggi, yaitu mencapai 45 ton atau sekitar 16 juta ekor per tahun.
Terjadinya penangkapan yang intensif dan tidak terkendali di alam mengakibatkan menurunnya populasi kuda laut secara nyata, juga dikarenakan kerusakan habitat kuda laut akibat kegiatan penangkapan dan tertangkapnya kuda laut sebagai hasil tangkap sampingan (by-catch). Apabila kondisi ini akan terus berlanjut, diperkirakan dalam waktu dekat ini kuda laut akan terancam punah. Di perairan Cina, populasi kuda laut telah berkurang hingga 30 %, di Filipina 70 %, dan di Vietnam tidak berbeda jauh. Secara umum populasi kuda laut menurun 25-50 % selama kurun waktu 2-5 tahun. Hal ini berdasarkan penelitian survey yang dilakukan oleh TRAFFIC, lembaga yang bertugas memantau perdagangan fauna dan flora di seluruh dunia.
2. Regulasi dan Status Konservasi
a. Nasional
Sampai dengan saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur status perlindungan kuda laut secara nasional. Kuda laut sebagai salah satu jenis 'ikan' pengelolaannya secara umum dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun kuda laut juga sebagai satwa/ikan yang termasuk dalam daftar apendiks CITES, maka selama ini pengelolaannya terutama dalam aspek pemanfaatannya, dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, yang terbatas pada pelayanan perizinan perdagangan internasionalnya. Ditjen PHKA setiap tahunnya mengeluarkan kuota penangkapan dan kuota ekspornya.
Ketentuan ekspor kuda laut juga diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.50/M-DAG/PER/9/2013 tentang Ketentuan Ekspor Tumbuhan Alam dan Satwa Liar yang Tidak Dilindungi oleh Undang-Undang dan Termasuk dalam Daftar CITES. Terdapat lima jenis kuda laut yang masuk dalam daftar ekspor tersebut yaitu Hippocampus barbouri, H. comes, H. histrix, H. kelloggi, H. kuda, dan H. spinosissimus.
Selain pengaturan tentang kuota, LIPI selaku Scientific Authority sudah tidak mengeluarkan rekomendasi penangkapan kuda laut dari habitat alam untuk tujuan perdagangan. Ekspor kuda laut hanya diperbolehkan dari hasil pengembangbiakan untuk 2 (dua) spesies yaitu H. kuda dan H. comes, dan hanya diperbolehkan dalam kondisi hidup untuk tujuan ornamental akuarium.
Belum adanya regulasi nasional yang mengatur pemanfaatan kuda laut secara nasional menyebabkan kuda laut masih bisa dimanfaatkan secara bebas tanpa ada aturan dalam rangka pengelolaan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu segera ditetapkan status perlindungannya, sehingga pengawasan dan penegakan hukum di lapangan yang bertujuan untuk pemanfaatan yang lestari dapat berjalan baik.
Terdapat dua kementerian berbeda yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan satwa, tumbuhan, dan ikan (termasuk kuda laut) yang masuk daftar apendiks CITES atau jenis yang diperlakukan dengan ketentuan CITES. Hal ini dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar dua lembaga sehingga perlu adanya sinergitas dan kesepahaman diantara keduanya sehingga tidak menimbulkan kebingungan dalam tataran teknis serta pengelolaannya di lapangan.
b. CITES
Konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar telah memasukkan semua spesies kuda laut (33 spesies) ke dalam daftar Appendiks II CITES pada Conference of Party (COP) ke-12 pada tahun 2002, ini berarti bahwa perdagangan internasional kuda laut harus mengikuti ketentuan perdagangan Appendik II CITES. Sebagai implementasi dari masuknya kuda laut dalam daftar Appendik II CITES tersebut, izin ekspor kuda laut dari Indonesia dikeluarkan oleh Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan selaku Management Authority CITES.
CITES merekomendasikan batas ukuran minimal 10 cm untuk semua spesimen kuda laut dalam perdagangannya.
c. Kuota Perdagangan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Management Authority CITES di Indonesia melalui Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK.51/IV-SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode Tahun 2015, menjelaskan bahwa jenis kuda laut yang boleh diperdagangkan untuk tujuan ekspor hanya jenis Hippocampus barbauri dengan jatah tangkap sebanyak 5000 ekor dan jatah ekspornya sebanyak 4500 ekor dari lokasi penangkapan di Provinsi Sulawesi Selatan dan diekspor dalam bentuk hidup (bukan bentuk kering/dried atau juga bentuk serbuk)
d. IUCN
Sebagian besar spesies Kuda Laut tercantum sebagai hewan "Vulnerable" pada IUCN Red List of Threatened Animals tahun 1996, tetapi tidak mempunyai implikasi hukum terhadap pengaturan perdagangannya. Lembaga konservasi dunia telah memberikan peringatan bagi negara-negara yang mempunyai sumber daya kuda laut bahwa secara global populasi kuda laut mengalami ancaman yang cukup serius.
Menurut IUCN dari 9 spesies kuda laut yang terdapat di Indonesia, 5 di antaranya masuk dalam kategori vulnerable (VA) atau rentan, yaitu : Kuda laut zebra (H. barbouri), kuda laut ekor macan (H. comes), kuda laut kuda (H. kuda), kuda laut trimaculatus (H. trimaculatus); dan 4 spesies masuk dalam kategori data deficient (DD) atau tidak tersedia data yang cukup, yaitu : kuda laut spinosissimus (Hippocampus spinosissimus), kuda laut ekor duri (H. histrix), kuda laut kellogi (H. kelloggi), kuda laut bargibanti (H. bargibanti), dan kuda laut denisy (H. denise).
3. Upaya yang Sudah Dilakukan
a. Upaya perlindungan
Upaya perlindungan kuda laut di Indonesia masih difokuskan pada tahapan penyediaan data pendukung yang akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan status perlindungannya. Studi untuk memahami aspek-aspek biologi ikan ini masih harus diupayakan untuk mendukung upaya konservasinya secara luas.
Pedoman pelaksanaan survei populasi dan monitoring kuda laut sudah disusun sebagai acuan dalam pengumpulan data status populasinya, namun survei potensi populasinya belum banyak dilakukan.
b. Upaya pelestarian
Upaya pengkayaan populasi kuda laut di habitat alam belum banyak dilakukan, efektifitas kegiatan restocking kuda laut dalam upaya pengkayaan populasi masih banyak diperdebatkan oleh banyak pihak. Saat ini, dua spesies kuda laut (H. kuda dan H. comes) sudah dapat dipijahkan secara ex-situ.
Kuda laut (H. kuda) telah berhasil dibenihkan secara terkontrol oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Pada tahun 2008, total benih kuda laut yang dihasilkan sebesar 30.000 ekor. Terdapat perusahaan di Lampung yang sudah berhasil melakukan upaya pembesaran untuk tujuan komersil. BBPBL Lampung juga secara teknis mendukung dan mendampingi masyarakat di Kabupaten Bintan dalam kegiatan budidaya kuda laut.
c. Upaya pemanfaatan
Kuda laut dimanfaatkan untuk dua tujuan, yaitu : sebagai bahan baku obat-obatan (dried) dan sebagai ikan hias (live). Kuda laut juga digunakan sebagai suvenir, dekorasi atau hiasan di rumah setelah dikeringkan. Saat ini kuda laut menjadi bahan baku penting bagi dalam produksi obat.
Rekomendasi Scientific Authority hanya memperbolehkan ekspor kuda laut (H. kuda dan H. comes) dalam kondisi hidup sebagai komoditi ikan hias, sedangkan pemanfaatan di dalam negeri belum diatur secara khusus. Walaupun belum ada data resmi tentang pemanfaatan kuda laut bagi pemenuhan kebutuhan nasional, namun diyakini jumlah kuda laut yang dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan dasar jamu / medicine tersebut cukup tinggi, sehingga bila tidak diatur akan mengancam kelestarian sumber daya kuda laut.
Referensi
Sadili, didi, et all. 2015. Pedoman Identifikasi dan Monitoring Populasi Kuda Laut. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 43 hal
Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, No. SK. 51/IV-SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode Tahun 2015
Yulianti, Yuli 2013. Mengenal Kuda Laut (Hippocampus spp.) Berdasarkan Aspek Morfologi dan Tingkah Laku (Animal Behavior). Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut-Lampung. Disampaikan pada seminar Keragaman Jenis Ikan dan Perlindungannya. Tanjung Pinang 13 Februari 2013.
Taksonomi Kuda Laut (Sumber: Yuli Yulianti. 2013) |
Jenis Jenis Kuda Laut (sumber: Yuli Yulianti. 2013) |
Jenis Jenis Kuda Laut (Sumber: Yuli Yulianti. 2013) |
(Sumber: Instagram. 2015) |
Sumber: Instagram. 2015 Sumber: Intagram. 2015 |
Kuda Laut Untuk Jamu Jamu Yang Menggunakan Bahan Kuda Laut |
Posted On : Rabu, 17 Juni 2015Time : 21.18