Author : UnknownTidak ada komentar
Setidaknya Indonesia memiliki 117 jenis hiu dari 400-an jenis hiu yang ada di dunia. Suatu jumlah keragaman hayati yang patut disyukuri. Namun demikian, upaya penangkapannya-pun adalah paling tinggi di dunia, baru disusul oleh negara India. Hal itu terlihat dari jumlah produksi pada tahun 2011 sebanyak 50.000 ton. Bahkan ada beberapa data yang menyebut angka 110.000 ton. Yang manapun angkanya, itu adalah angka yang luar biasa. Bandingkan dengan produksi ikan tuna pada tahun 2010 yang jumlahnya 207.100 ton. Produksi ikan hiu tersebut, sebesar 71% merupakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) dan 29% merupakan hasil tangkapan utama (ikan target tangkapan). Dengan melihat besaran angka tersebut, dunia melihatnya sebagai sebuah kekhawatiran, bagaimana tidak? Ikan hiu yang telah ada di alam ini sejak 400 juta tahun lalu adalah top predator dalam suatu mata rantai makanan di ekosistem perairannya. Bagaimana kalau top predator ini punah? Tentu, akan berakibat terhadap ketidak seimbangan ekosistem karena akan terjadinya ‘booming’ dari salah satu biota dalam mata rantai makanannya tadi. Itu berarti telah terjadinya sistem ekologi yang ‘tidak sehat’ dan akan berakibat terhadap kelestarian alam ini.
Produksi Ikan Hiu
Data hasil tangkapan ikan hiu selama 30 tahun terahir ini memperlihatkan tren yang terus meningkat. Puncak produksi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebanyak 70.000 ton. Produksi tahun 1975 ‘hanya’ 17.000 ton saja. Pada tahun 2000 s/d 2005 terjadi sedikit penurunan produksi, namun dari 2005 sampai 2011 terjadi lagi kenaikan produksi. Sebagaimana diketahui, tahun 2005 terjadi perubahan pencatatan statistik perikanan hiu dimana sebelum tahun 2005, hiu hanya dikelompokkan menjadi satu nama saja, yaitu hiu. Namun, sejak tahun 2005, statistik hiu dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu; kelompok hiu tikus, hiu lanyam/lanjaman, hiu mako, hiu martil, dan botol. Hiu tikus terdiri dari dua jenis, yaitu; Alopias pelagicus dan Alopias superciliosus. Hiu lanyam/lanjaman adalah dari marga Carcharinus. Kelompok hiu mako merupakan ikan yang tergabung ke dalam suku Lamnidae yang didominasi oleh jenis Isurus spp. Hiu martil yang mudah dikenali dari kepalanya yang berbentuk menyerupai martil, adalah dari kelompok Sphyrna. Sedangkan hiu botol adalah yang tergabung ke dalam bangsa Squaliformes. Perlu diingat, bahwa satuan berat produksi hiu tersebut tidak mencerminkan satuan individunya. Karena dalam beberapa tahun terahir, penangkapan ikan hiu yang masih ukuran anakan atau-pun juvinil, sangat marak terjadi. Nama pasar untuk hiu anakan ini adalah hiu ‘baby’ yang dapat dengan mudah kita jumpai di pasar tradisional maupun di supermarket. Saat ini harganya Rp 38.000/kg.
Sebenarnya habitat ikan hiu adalah laut bebas dan di laut dalam. Hiu bergerak ke pantai ketika akan beranak dan anakannya untuk sementara waktu berada di sekitaran pantai untuk tumbuh. Namun sangat disayangkan pada waktu juvenil atau anakan, ikan ini sudah ditangkapi. Sehingga sangat mengkhawatirkan akan kepunahannya.
Konservasi Ikan Hiu
Produksi Ikan Hiu
Data hasil tangkapan ikan hiu selama 30 tahun terahir ini memperlihatkan tren yang terus meningkat. Puncak produksi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebanyak 70.000 ton. Produksi tahun 1975 ‘hanya’ 17.000 ton saja. Pada tahun 2000 s/d 2005 terjadi sedikit penurunan produksi, namun dari 2005 sampai 2011 terjadi lagi kenaikan produksi. Sebagaimana diketahui, tahun 2005 terjadi perubahan pencatatan statistik perikanan hiu dimana sebelum tahun 2005, hiu hanya dikelompokkan menjadi satu nama saja, yaitu hiu. Namun, sejak tahun 2005, statistik hiu dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu; kelompok hiu tikus, hiu lanyam/lanjaman, hiu mako, hiu martil, dan botol. Hiu tikus terdiri dari dua jenis, yaitu; Alopias pelagicus dan Alopias superciliosus. Hiu lanyam/lanjaman adalah dari marga Carcharinus. Kelompok hiu mako merupakan ikan yang tergabung ke dalam suku Lamnidae yang didominasi oleh jenis Isurus spp. Hiu martil yang mudah dikenali dari kepalanya yang berbentuk menyerupai martil, adalah dari kelompok Sphyrna. Sedangkan hiu botol adalah yang tergabung ke dalam bangsa Squaliformes. Perlu diingat, bahwa satuan berat produksi hiu tersebut tidak mencerminkan satuan individunya. Karena dalam beberapa tahun terahir, penangkapan ikan hiu yang masih ukuran anakan atau-pun juvinil, sangat marak terjadi. Nama pasar untuk hiu anakan ini adalah hiu ‘baby’ yang dapat dengan mudah kita jumpai di pasar tradisional maupun di supermarket. Saat ini harganya Rp 38.000/kg.
Sebenarnya habitat ikan hiu adalah laut bebas dan di laut dalam. Hiu bergerak ke pantai ketika akan beranak dan anakannya untuk sementara waktu berada di sekitaran pantai untuk tumbuh. Namun sangat disayangkan pada waktu juvenil atau anakan, ikan ini sudah ditangkapi. Sehingga sangat mengkhawatirkan akan kepunahannya.
Konservasi Ikan Hiu
Peraturan Internasional
A. Red List IUCN
Organisasi internasional yang bergerak di bidang perlindungan dan konservasi biota (IUCN, International Union for Concervation of Nature) telah merilis status hiu di dunia, yaitu: satu jenis masuk katagori sangat terancam punah (Critically endangered), 5 jenis masuk katagori terancam punah (Endangered), 23 jenis masuk katagori rawan punah (Vulnerable), dan 35 jenis hiu masuk katagori hampir terancam (Near Threatened). Di Indonesia setidaknya ada 40 jenis hiu yang masuk dalam Red List IUCN, yaitu:
Sangat Terancam ( Critically Endangered, CR)
Pristis microdon (hiu gergaji)
Rawan (VU)
1. Centrophorus squamosus (Hiu Botol)
2. Nebrius ferrugineus (hiu gedebong)
3. Rhincodon typus (hiu paus/tutul)
4. Stegostoma fasciatum (hiu belimbing)
5. Isurus paucus (hiu tenggiri)
6. Carcharias Taurus (hiu anjing)
7. Carcharhinus longimanus (hiu koboy)
8. Negaprion acutidens
9. Hemipristis elongate (hiu monas)
10. Isurus paucus (Hiu tenggiri)
11. Rhina ancylostoma (Hiu Barong)
Hampir Terancam (Near Threatened, NT)
1. Heptranchias perlo (Hiu Aruey)
2. Hexanchus griseus (Cucut meong)
3. Centrophorus niaukang (hiu botol karang)
4. Cirrhigaleus barbifer (hiu taji)
5. Chiloscyllium indicum (hiu bongol)
6. Chiloscyllium plagiosum (hiu bongo)
7. Chiloscyllium punctatum (hiu batu)
8. Isurus oxyrinchus (hiu tenggiri)
9. Pseudocarcharias kamoharai (hiu buaya)
10. Carcharhinus amblyrhynchoides (cucut lanjam)
11. Carcharhinus amblyrhynchos (Cucut lanjam)
12. Carcharhinus brevipinna (Cucut lanjam)
13. Carcharhinus dussumieri (Cucut lanjaman)
14. Carcharhinus leucas (hiu buas)
15. Carcharhinus limbatus (hiu lanyam)
16. Carcharhinus macloti (Hiu aron)
17. Carcharhinus melanopterus (Hiu blacktip)
18. Carcharhinus obscures (Cucut lanyam)
19. Carcharhinus plumbeus (cucut lanjaman)
20. Carcharhinus sealei (Cucut Lanjaman)
21. Galeocerdo cuvier (Hiu macan)
22. Prionace glauca (Hiu biru)
23. Scoliodon laticaudus (hiu kejen)
24. Triaenodon obesus (Hiu karang)
25. Atelomycterus marmoratus (hiu tokek)
26. Eusphyra blochii (Hiu caping)
27. Sphyrna lewini (Hiu Martil)
28. Sphyrna zygaena (Hiu Caping)
B. Daftar Appendix CITES
Sedangkan yang masuk ke dalam daftar Appendix CITES adalah sebagai berikut:
1. Pada COP CITES ke 12, 2 spesies ikan hiu masuk dalam daftar Appendik II, yaitu : Cetorhinus maximus dan Rhyncodon typus
2. Pada COP CITES ke 13, 1 spesies ikan hiu juga masuk dalam daftar Appendik II, yaitu Carcharodon carcharhias
3. Pada COP 14, hiu jenis Pristidae (kecuali Pritis microdon) masuk dalam Daftar Appendik I CITES;
4. Pada COP 15, 6 spesies hiu juga diusulkan untuk masuk dalam Daftar Appendik II CITES, yaitu : (1) Sphyrna leweni, (2) Sphyrna zygaena, dan (3) Sphyrna mokarran, (4) Carcharhinus plumbeus, (5) Carcharhinus obscurus dan (6) Carcharhinus longimanus. Namun dalam COP tersebut belum ada kesepakatan untuk menempatkan hiu dalam tambahan daftar Appendik.
5. Pada COP 16 (Maret 2013), 4 spesies hiu masuk dalam Daftar Appendik II CITES, yaitu : (1) Sphyrna leweni, (2) Sphyrna zygaena, dan (3) Sphyrna mokarran, dan (4) Carcharhinus longimanus.
C. Resolusi IOTC
Indonesia telah meratifikasi Agreement for Establishment of The Indian Ocean Tuna Comission melalui Perpres No. 09 tahun 2007 dan telah menjadi anggota IOTC sejak 09 Juli 2007, sehingga Indonesia tidak dapat menghindari untuk melalukan pengatura penangkapan hiu, terutama hiu tikus (Thresher shark). Dalam resolusi 10/12 IOTC diatur mengenai: (1) pelarangan menahan di atas kapal, memindahkan dari dan ke kapal lain, mendaratkan, menyimpan, menjual bagian mana-pun atau seluruh bangkainya dari hiu tikus (thresher sharks), (2) melaporkan tangkapan hiu tikus, (3) melpaskan kembali ke perairan laut apabila masih dalam keadaan hidup, termasuk dari hasil tangkapan hobi dan kegiatan memancing.
Peraturan Nasional
Secara nasional Indonesia merupakan penangkap ikan hiu terbesar dunia, belum ada regulasi khusus tentang pengelolaan sumberdaya hiu. Beberapa aturan tentang hiu yang telah ada, yaitu:
-Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999, telah menetapkan hiu gergaji (Pritis spp) dinyatakan sebagai jenis hiu dilindungi;
-Hiu paus (Rhyncodon typus) saat sedang dalam proses ditetapkan sebagai jenis ikan dilindungi.
-Perda Kab. Raja Ampat No. 09 Tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Hiu, Pari Manta dan Jenis Jenis Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat.
Tindak Lanjut
Dengan meningkatnya trend spesies hiu yang masuk dalam kategori red list IUCN, tekanan dan kekhawatiran internasional akan kelestarian sumberdaya hiu, dan penangkapan hiu dikaitkan dengan keberlangsungan ekspor perikanan tuna. Maka perlu tidak lanjut dengan menyusun regulasi yang terkait dengan pengelolaan ikan hiu dan pengelolaan yang benar terhadap hiu beserta habitatnya agar kepentingan nasional untuk menjaga kelestarian sumberdaya hiu dapat terjaga dan juga tetap menjadi sumber pendapatan masyarakat.
Tren Produksi Ikan Hiu Nasional |
Posted On : Minggu, 07 April 2013Time : 23.36